Hukumnya Pernikahan dalam Islam – Hukum asal pernikahan menurut jumhur pada dasarnya sama dengan hukum asal semua perbuatan manusia, yakni mubah. Namun oleh karena adanya aspek-aspek yang terkandung dalam suatu pernikahan, maka kemudian hukum pernikahan dapat berubah menjadi lima hukum sesuai lima tingkatan hukum dalam Islam yaitu wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.
Terdapat beberapa dasar mengenai hukum menikah dalam Al-quran dan hadis. Dalam surah An-Nisa ayat 1, Allah SWT berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan, bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya, Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
Lalu, dalam potongan surah An-Nur ayat 31 Allah SWT berfirman yang artinya sebagaimana berikut:
“Dan, kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahaya yang lelaki dan hamba-hamba sahaya yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan, Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Sementara itu, dalam sebuah riwayat Rasulullah SAW bersabda:
“Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah kepada Allah pada separuh lainnya.”
Rasulullah SAW juga mencintai umat-Nya yang senantiasa mengikuti sunahnya. Begitu pula sebalikya. Lantas, dalam hadis lainnya, Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Tetapi aku salat, tidur, berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan. Barang siapa membenci sunnahku, ia tidak termasuk umatku.” – HR Bukhari dan Muslim.
Dalam hadist lainnya Rasulullah SAW juga menyarankan kaum laki-laki untuk menikahi seorang wanita yang taat agama. Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Wanita dinikahi karena empat perkara, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka, dapatkanlah wanita yang taat beragama niscaya kamu akan beruntung.” – HR Bukhari dan Muslim.
Hal ini sebagaimana diuraikan oleh Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqh Sunnah sebagai berikut[1]:
- Wajib Bagi orang yang sudah mampu, tidak kuat menahan nafsunya dan takut terjerumus dalam perzinaan.
- Sunnah Bagi orang yang sudah mampu, akan tetapi dapat menahan dirinya dari perbuatan zina.
- Haram Bagi orang yang tidak memenuhi hak-hak istri, baik lahir maupun batin serta nafsunya tidak mendesak.
- Makruh Bagi orang yang tidak mampu memenuhi hak-hak istri, baik lahir maupun batin, walaupun tidak merugikan istri.
- Mubah Bagi orang yang tidak terdesak alasan-alasan mewajibkan atau mengharamkan untuk menikah.
Menurut jumhur, nikah itu hukumnya Sunnah, sedangkan golongan Zahiri berpendapat bahwa nikah itu hukumnya wajib.
Demikian hukumnya pernikahan dalam Islam.
Baca Juga: Kelompok-Kelompok Ahli Waris Ashabul Furud
[1] Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, Juz II, (Kairo: Al Fath Al I’laami Al ‘Arabiy, tt), hlm. 10-12.